Banyak wanita yang bingung dengan masa haidnya, ada yang bilang haidnya terputus-putus, sampai dia harus keramas beberapa kali. Ada yang mengalami perubahan siklus, kadang maju kadang mundur. Bahkan banyak juga wanita yang masih bingung membedakan antara darah haid dan istihadhah. Tulisan dibawah ini berusaha mengupas lebih detail tentang darah-darah kebiasaan wanita diatas. Berilmu tentangnya sangat diperlukan bagi wanita, karena hukum-hukum seputar darah tersebut berkaitan langsung dengan hukum shalat, puasa, haji, pernikahan dan warisan. Cukup lah yang disebut wanita cerdas itu wanita yang tahu kebutuhan dirinya untuk akhiratnya.
Haid dan Hikmahnya
Menurut bahasa, haid berarti sesuatu yang mengalir. Dan menurut istilah Syara’ ialah darah yang terjadi pada wanita secara alami, bukan karena sesuatu sebab, dan pada waktu tertentu. Pembatasan pada pengertian terakhir ini sangat diperlukan, untuk dapat membedakan antara darah haid, istihadhah dan nifas. Dimana ketiganya lazim dialami oleh kaum wanita. Darah haid bersifat normal, bukan disebabkan oleh suatu penyakit, luka, keguguran atau pun kelahiran. Seperti yang kita ketahui, darah haid berasal dari penebalan dinding rahim untuk mempersiapkan proses pembentukan janin yang nantinya berfungsi sebagai sumber makanan bagi janin yang ada dalam kandungan seorang ibu. ኦለህ karenanya, seorang wanita yang hamil, tidak akan mendapatkan haid lagi, Begitu juga dengan wanita yang menyusui, biasanya tidak akan mendapatkannya terutama diawal masa penyusuan. Adapun hikmah yang bisa kita petikdidalamnya adalah Maha Mulia Allah, Dialah sebaik-baiknya pencipta, yang telah menciptakan gumpalan darah di rahim seorang ibu sebagai sumber makanan instant bagi janin didalamnya, yang tentu saja dia belum bisa mencerna makanan apalagi mendapatkan makanan dari luar kandungan. Maha Bijaksana Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah mengeluarkan darah tersebut dari rahim seorang wanita yang tidak hamil melalui siklus haid karena memang tidak membutuhkannya. Dengan begitu, kondisi rahim seorang wanita akan selalu siap bila ada janin didalamnya.
Usia dan Masa Haid
Haid pada umumnya dialami oleh seorang wanita pada usia antara 12 sampai dengan 50 tahun, walaupun hal ini bukanlah batasan yang pasti. Para ulama, rahimahullah, berbeda pendapat tentang hal ini. Ad-Darimi, setelah menyebutkan perbedaan pendapat dalam masalah tersebut, menyatakan: "Hal ini semua, menurut saya, keliru. Sebab yang menjadi acuan adalah keberadaan darah. Seberapapun adanya, dalam kondisi bagaimanapun, dan pada usia berapa pun, darah tersebut wajib dihukumi sebagai darah haid. Wallahu a’lam." Pendapat ini didukung oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Jadi usia haid tergantung dengan keberadaan darah haid itu sendiri, tidak dibatasi usia tertentu.Dan ini menjadi sandaran hukum atasnya karena memang tidak ada dalil yang memastikan pembatasan usia wanita yang mengalami haid.
Adapun masa terjadinya haid, para ulama juga berbeda pendapat. Ibnu Mundzir mengatakan: "Ada kelompok yang berpendapat bahwa masa haid tidak mempunyai batasan berapa hari minimal atau maksimalnya". Pendapat ini
didukung juga oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Dan memang itulah yang benar berdasarkan Al Qur’an, Sunnah dan logika. Dalil-dalilnya sebagai berikut:
"Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah:"Haid itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci…"(Baqarah:222)
Yang dimaksud "jangan mendekati" disini adalah dilarang jima’/senggama ketika wanita tersebut sedang mendapatkan haid.
Dalam ayat diatas diterangkan oleh Allah bahwa yang menjadi batas akhir larangan adalah "kesucian", bukan berlalunya waktu sehari, dua hari, atau pun lima belas hari. Hal ini menunjukkan bahwa batasan masa haid tergantung pada ada tidaknya darah tersebut, karena setelah darah tersebut berhenti mengalir maka wanita dikatakan telah masuk masa suci.
Dalam Shahih Muslim disebutkan bahwasannya Rasulullah SAW bersabda :
"Lakukanlah apa yang dilakukan jamaah haji, hanya saja jangan melakukan thawaf di ka’bah sebelum kamu suci". Dan berkata Aisyah:"Setelah masuk hari raya kurban, barulah aku suci".
Hadist ini juga menyatakan bahwa yang menjadi batas akhir larangan (karena haid) adalah "kesucian" itu sendiri.
Adapun dalil secara logika adalah, jika Allah menerangkan bahwa haid itu kotoran, maka pada waktu kotoran itu ada, maka haid itu pun ada. Tidak tergantung pada hukum kepastian berapa lama masanya. Jika terjadi silang pendapat diantara ulama yang memberikan batasan berapa masa haid, hal ini justru menunjukkan bahwa tidak ada dalil yang menjadi patokan adanya pembatasan masa tersebut. Namun, semua itu adalah ijtihad yang bisa benar dan juga bisa salah. Sehingga tidak ada yang menjadi lebih baik daripada yang lainnya diantara pendapat-pendapat tersebut. Dan kembali kepada hukum awal, jika ada perselisihan dalam penentuan hukum syar’i maka penyelesaiannya adalah kembali kepada kitabullah dan sunnah yang memang tidak menjelaskan adanya dalil pembatasan masa haid. Jika memang Allah menentukan masa yang pasti untuk haid, maka Allah dan Rasul-Nya pasti akan menjelaskan secara gamblang, hal ini penting sekali, sebab masa haid berkaitan dengan hukum-hukum ibadah yang lain seperti shalat, puasa, haji, nikah,
talak, warisan. Ini lah pendapat yang paling rajih di kalangan ulama. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
"Pada prinsipnya, setiap darah yang keluar dari rahim adalah haid. Kecuali jika ada bukti yang menunjukkan bahwa darah itu Istihadhah."
Mengenai darah istihadhah dan juga nifas akan dibahas lebih lanjut. Sehingga alangkah perlunya bagi kaum wanita untuk dapat membedakan antara darah haid, istihadhah dan juga nifas.
baca untuk artikel kelanjutannya.....bagian II
0 Respons:
Beritahu kami apa yang Anda pikirkan ...!